
Ketika pertama kali debut pada bulan Juli lalu, POCO Indonesia berhasil menciptakan sebuah “keramaian” di media sosial, saat sedang mempersiapkan peluncuran POCO F6 secara resmi. Kala itu, realme sedang menyiapkan realme GT 6, yang hadir dengan cip Snapdragon 8s Gen 3 alias sama persis. POCO mencoba “melawannya” lewat opsi jauh lebih terjangkau.
Bahkan meski lebih terjangkau, POCO masih berani mengklaim kalau POCO F6 benar-benar menjadi sebuah flagship killer lebih layak beli. Alhasil, periode penjualan perdananya bisa dibilang cukup sukses. Namun tentu saja, dengan harga lebih terjangkau, ada sejumlah aspek atau fitur yang terpaksa harus “disederhanakan”—seharusnya tidak terjadi pada sebuah flagship.
Iya, memang, POCO F6 hadir sebagai flagship killer, di mana penambahan kata “killer” mengindikasikan harga lebih terjangkau sehingga kalau ada pengurangan fitur, bisa lebih dimaklumi. Namun bagaimana smartphone POCO satu ini bersaing dengan opsi lain menjelang akhir 2024? Berikut ulasan lengkap POCO F6 selengkapnya.

Saat pertama kali melihat gambar resmi desain POCO F6, sejujurnya saya sangat menyukainya. Dibandingkan generasi sebelumnya, terlihat lebih sleek, simpel namun masih cukup elegan, terutama dengan warna baru Titanium dan desain modul kamera belakang yang juga nampak lebih terintegrasi ke permukaan bodi belakangnya.
Namun impresi positif tersebut, langsung jauh ketika memegangnya pertama kali. Bodi POCO F6 memang terasa sangat ringan di 179 gram, dan saya yakin ini bisa berikan daya tarik tersendiri, seperti gamer agar tidak mudah lelah saat menggenggamnya berlama-lama. Ketebalannya juga hanya 7,8mm, sehingga mudah masuk kantong. Kombinasi yang positif, sebenarnya.
Yang sangat saya sayangkan, adalah in-hand feel, alias bagaimana permukaan bodi plastik di sisi belakang dan samping yang terasa… sangat jauh dari flagship. Bahkan sejumlah smartphone kelas entri rilisan terbaru, sudah bisa ciptakan rasa premium dengan material plastik. Bahkan ketika dibandingkan dengan Redmi 14C, masih terasa inferior, karena terasa kurang solid.
Tebakan saya, ini adalah “biaya” yang harus “dibayarkan” agar POCO bisa berikan opsi lebih terjangkau. Jangankan dengan seri lain, dibandingkan POCO F5, masih terasa lebih solid generasi sebelumnya. Seberapa penting faktor ini, kembali ke selera masing-masing.
Kalau kgagetz oke dengan semua bagian yang kurang di atas, setidaknya bodi POCO F6 sudah tersertifikasi ganda. Yakni sertifikasi IP64 yang membuatnya tahan dari debu serta cipratan air, dan ketahanan saat terjatuh bintang 5 dari SGS. Ya, setidaknya tipis, ringan, serta kokoh (bila memang sesuai klaim).

LAYAR
Bisa dibilang setara flagship, layar POCO F6 hadir dengan keempat sisi bezel yang relatif sangat tipis di kelasnya. Diameternya mencapai 6,67 inci, namun tidak terasa besar di tangan. Bawa panel AMOLED 120Hz dengan resolusi 1.5K yang setingkat di atas full HD+, mendukung standar HDR10+, output 68 milyar warna hingga Dolby Vision.
POCO juga sematkan mode PWM berfrekuensi tinggi, yang bertujuan untuk mengurangi efek flickering termasuk saat sedang menggunakan setting brightness rendah, agar mata tidak mudah lelah. Rasio kontras tinggi membuat tampilan lebih vibrant (yang tentu dapat disesuaikan lewat profil warna tambahan, termasuk standar profesional), dan tingkat kecerahan maksimum 2400 nits sudah pas untuk penggunaan luar ruangan.
Bagian lain yang setara flagship, ada pada proteksi Corning Gorilla Glass Victus pada sisi depan POCO F6, membuatnya lebih tahan saat jatuh secara tidak sengaja. Sensor sidik jari yang terbenam di bagian bawah kaca layar, juga tergolong responsif, dalam peletakkan yang sudah pas. Tentunya sudah membawa mode always-on display yang bisa dikustomisasi lebih jauh.
Baik untuk menonton serial televisi, film, vlog, sampai bermain game, layar POCO F6 mampu memberikan pengalaman yang sangat menyenangkan. Ukurannya cukup besar, dan dipasangkan bersama bezel tipis sehingga dimensi perangkat secara keseluruhan masih tergolong kompak—plus bobot ringan yang membuat tangan tidak mudah lelah, sebagai efek positifnya.

CAMERA
Kalau berani menyebut dirinya sebagai flagship killer, tidak ada alasan untuk tidak memberikan kualitas foto maupun video yang baik. Ya, berbeda dengan flagship terjangkau sekian tahun lalu, kini sebuah smartphone kelas menengah saja bisa membawa setup kamera superior. Lantas bagaimana dengan kamera POCO F6?
Smartphone ini memiliki total tiga sensor berbeda. Di sisi depan, disematkan kamera selfie beresolusi 20MP milik Omnivision. Sementara di belakang, terdapat sensor Sony IMX882 50MP dengan OIS, dan Sony IMX355 8MP yang berperan sebagai sensor ultra-wide. Fitur kameranya pun berjibun, dan mengingat sensor ini dipasangkan dengan ISP milik cip Snapdragon, ekspektasi saya di awal cukup tinggi.
Namun setelah menggunakannya untuk jepret berbagai jenis momen dalam beragam kondisi pencahayaan, ada hal yang membuat saya sedikit bingung. Pasalnya, hasil foto dari kamera POCO F6, tidak lebih bagus dari vivo V30e, bahkan realme 13+ 5G yang notabene membawa sensor utama sejenis. Terlebih, kedua smartphone tersebut tidak mengklaim sebagai flagship, bahkan realme condong sebagai smartphone gaming.
Ketika dilihat lebih jauh, reproduksi warna yang dihasilkan dari kamera POCO F6 terlihat cenderung sedikit hangat. Dan saat menggunakan opsi 2x zoom, detailnya kurang, seolah tidak memanfaatkan teknik interpolasi atau cropping bagian tengah sensor atau lainnya yang sudah mulai banyak diterapkan smartphone kelas mid-range.
Untuk bagian perekaman video, kamera utama POCO F6 mampu merekam hingga resolusi 4K 30fps. Sementara baik sensor utama hingga kamera depan, juga punya opsi 1080p 60fps. Footage yang dihasilkan cenderung berkualitas dengan dynamic range yang pas, hanya pada beberapa kondisi pencahayaan terlihat lebih warm.
Stabilisasinya juga oke, termasuk saat merekam video 4K, atau menggunakan sensor ultra-wide. Sayangnya tidak ada opsi untuk berpindah antara sensor utama ke ultra-wide dan sebaliknya saat perekaman berlangsung, dan tanpa mode portrait video.
FITUR
Hadir dengan HyperOS milik Xiaomi, POCO F6 menjalankan Android 14 dengan jaminan setidaknya tiga kali pembaruan OS dan 4 tahun pembaruan keamanan rutin. Selama penggunaan, POCO tergolong cukup rutin hadirkan software update yang terus memperbaiki bug. Termasuk algoritma software yang diklaim bisa bikin sedikit lebih ngebut.
Fitur ekstra yang ditawarkan tergolong lengkap, beberapa di antaranya tersimpan di dalam menu Settings, termasuk pengecekan denyut jantung memanfaatkan in-display fingerprint sensor. Juga tentunya ada sensor inframerah yang bisa kamu manfaatkan untuk kendali perangkat rumah.
PERFORMA
Yang selalu diunggulkan bahkan sejak sebelum hadir resmi di Indonesia, ada pada aspek performa POCO F6. Di mana cukup sering disebutkan melalui materi promosinya, bila smartphone ini tawarkan value lebih pas dibandingkan penawaran dari realme. Karena sama-sama membawa cip Snapdragon 8s Gen 3, dalam harga jauh lebih terjangkau.
Cip tersebut dipasangkan bersama RAM LPDDR5x hingga 12GB, serta penyimpanan internal UFS 4.0 hingga 512GB, tanpa slot kartu microSD. Kombinasi tersebut, mampu membuat skor Antutu POCO F6 varian tertinggi yang kami ulas, berhasil mencetak skor sedikit di atas 1,5 juta poin. Tergolong impresif, terutama di kelas harga. Namun seperti yang Gizmo friends ketahui, skor Antutu tidak bisa dijadikan acuan utama.
Performa multitasking dari POCO F6 bisa dibilang sudah optimal dan ngebut, tidak ada masalah sama sekali. Begitu pula ketika digunakan ketika bermain game, termasuk dalam judul game populer dengan visual grafis kompleks dan dalam setting grafis rata kanan. Bisa berjalan mulus? Bisa, namun ketika digunakan lebih lama hingga 30 menit, bakal mulai terasa frame-drop.
Dugaan saya, sistem pendingin di dalamnya bekerja keras, dan POCO F6 memilih untuk “mengaktifkan” throttling. Karena smartphone ini tergolong dingin saat digunakan—paling hanya hangat saja, tak pernah sampai panas berlebih. Mungkin Gizmo friends memerlukan penggunaan aksesori kipas tambahan, bila memang ingin bermain game dalam grafis rata kanan dan performa terus lancar.
Bisa dibilang, performanya memang kencang, namun tak bisa dibilang spesial. Walau skor jauh di atas realme 13+ 5G, misalnya, namun smartphone realme tersebut bisa janjikan 120fps pada Honor of Kings, dan 90fps pada enam judul gim global lainnya. Seolah membuktikan bila selain hardware, kolaborasi dengan pengembang gim juga menjadi penting, agar bisa berjalan lebih optimal dan pas untuk para gamer.

Yang selalu diunggulkan bahkan sejak sebelum hadir resmi di Indonesia, ada pada aspek performa POCO F6. Di mana cukup sering disebutkan melalui materi promosinya, bila smartphone ini tawarkan value lebih pas dibandingkan penawaran dari realme. Karena sama-sama membawa cip Snapdragon 8s Gen 3, dalam harga jauh lebih terjangkau.
Cip tersebut dipasangkan bersama RAM LPDDR5x hingga 12GB, serta penyimpanan internal UFS 4.0 hingga 512GB, tanpa slot kartu microSD. Kombinasi tersebut, mampu membuat skor Antutu POCO F6 varian tertinggi yang kami ulas, berhasil mencetak skor sedikit di atas 1,5 juta poin. Tergolong impresif, terutama di kelas harga. Namun seperti yang Gizmo friends ketahui, skor Antutu tidak bisa dijadikan acuan utama.
Performa multitasking dari POCO F6 bisa dibilang sudah optimal dan ngebut, tidak ada masalah sama sekali. Begitu pula ketika digunakan ketika bermain game, termasuk dalam judul game populer dengan visual grafis kompleks dan dalam setting grafis rata kanan. Bisa berjalan mulus? Bisa, namun ketika digunakan lebih lama hingga 30 menit, bakal mulai terasa frame-drop.
Dugaan saya, sistem pendingin di dalamnya bekerja keras, dan POCO F6 memilih untuk “mengaktifkan” throttling. Karena smartphone ini tergolong dingin saat digunakan—paling hanya hangat saja, tak pernah sampai panas berlebih. Mungkin Gizmo friends memerlukan penggunaan aksesori kipas tambahan, bila memang ingin bermain game dalam grafis rata kanan dan performa terus lancar.
Bisa dibilang, performanya memang kencang, namun tak bisa dibilang spesial. Walau skor jauh di atas realme 13+ 5G, misalnya, namun smartphone realme tersebut bisa janjikan 120fps pada Honor of Kings, dan 90fps pada enam judul gim global lainnya. Seolah membuktikan bila selain hardware, kolaborasi dengan pengembang gim juga menjadi penting, agar bisa berjalan lebih optimal dan pas untuk para gamer.
Bagian yang satu ini tergolong standar, di mana kapasitas baterai POCO F6 mencapai 5,000 mAh. Dengan chipset yang relatif baru, yang notabene sudah cukup efisien, kamu bisa menggunakan POCO F6 secara leluasa dalam waktu seharian penuh. Kecuali kalau memang intensif digunakan untuk bermain game, tentu perlu isi daya sebelum hari berakhir.
Untuk ukuran sebuah smartphone dengan kapasitas baterai setara, bukan yang paling hemat, tetapi jauh dari kata boros baterai. Kabar baiknya, mengisi daya POCO F6 bisa berlangsung cepat, berkat dukungan fast charging 90W lengkap dengan adaptor charger yang masih disematkan ke dalam paket penjualannya. Dalam waktu 15 menit saja, sudah melampaui 50%.
Sementara untuk mengisi daya sampai penuh, membutuhkan waktu kurang lebih 50 menit. Faktor ini membuat saya tidak mengeluh ketika waktu standby POCO F6 tidak sehebat sejumlah kompetitornya—setidaknya 15 menit awal sudah sangat cepat. Tak perlu membiarkan smartphone tersambung dengan charger semalaman.
Tiga bulan selang diresmikannya POCO F6, kini sudah ada sejumlah opsi lain dalam kelas harga yang tak jauh berbeda, menawarkan keunggulan yang beragam. Secara keseluruhan, menurut saya, smartphone ini masih kurang pas kalau dianggap sebagai penantang flagship. Karena sejumlah aspek masih terasa “kurang flagship” seperti pada aspek desain dan kamera.
Kalau memang Gizmo friends ingin smartphone gaming dengan harga terjangkau, kini ada opsi lain seperti realme 13+ 5G yang lebih murah namun sudah dioptimalkan performanya untuk sejumlah gim populer. Ingin cari kamera terbaik? Juga ada beberapa opsi lain termasuk dari Xiaomi sendiri. Namun bila mencari smartphone tipis dan ringan, layar superior, performa yang kencang dan punya penyimpanan lega, POCO F6 masih jadi opsi yang relevan.